Lahir pada hari Rabu malam Kamis tanggal 5 Safar 1044 H/3 Agustus 1634 M Di Tarim, Hadromaut.
Nasabnya adalah Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad Al Haddad dan seterusnya hingga Ahmad bin Isa bin
Muhammad An naqib bin Ali Uroidhi bin Ja'far As Shodiq bin Muhammad Al
Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam As Sibth Al Husain bin Al Imam
Amirul Mu'minin Ali bin Abu Thalib, suami Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah Muhammad SAW.
Ayah
beliau yakni Habib Alwi bin Muhammad Al Haddad di kenal sebagai orang
yang saleh. Ayahnya lahir dan tumbuh di kota Tarim dan sejak kecil
berada di bawah asuhan ibunya Syarifah Salma wanita ahli makrifat dan
dikenal kewaliannya, bahkan Habib Abdullah Al Haddad sendiri banyak
meriwayatkan kekeramatan Syarifah Salma.
Suatu hari ayah Habib Abdullah Al haddad mendatangi rumah Al Arif Billah
Habib Ahmad bin Muhammad Al Habsyi. Pada waktu itu ia belum
berkeluarga, lalu ia meminta Habib Ahmad Al Habsyi mendoakannya. Lalu
Habib Ahmad berkata kepadanya, " anakmu adalah anakku, di antara mereka
ada keberkahan".
Kemudian
ia menikah dengan cucu Habib Ahmad itu, Salma binti Idrus bin Ahmad bin
Muhammad Al Habsyi. Habib Idrus ini adalah saudaara Habib Husain bin
Ahmad bin Muhammad Al Habsy, kakek Habib Ali bin Muhammad bin Husain Al
Habsyi (Shohib Simtud Duror).
Dari
pernikahan tersebut lahirlah Habib Abdullah bin Alwi Al haddad. Ketika
putranya lahir, ayahnya berujar, "aku sebelumnya tidak mengerti makna
tersirat yang diucapkan Habib Ahmad Al Habsyi dulu, setelah lahirnya
Abdullah aku baru mengerti, aku melihat pada dirinya tanda-tanda sinar
wilayah (kewalian).
Pada
umur empat tahun beliau terkena penyakit cacar yang menyebabkan buta.
Namun cacat yang beliau derita telah membawa hikmah, beliau tidak
bermain sebagaimana anak kecil sebayanya. Beliau habiskan waktunya
dengan menghafal Al Qur'an, Mujahaddah Al Nafs (beribadah dengan tekun
melawan hawa nafsu), dan mencari ilmu. Sungguh sangat mengherankan
seakan-akan anak kecil ini tahu bahwa ia tidak dilahirkan untuk yang
lain, tetapi untuk mengabdi kepada Allah SWT.
Memang
sejak kecil begitu banyak perhatian yang beliau dapatkan dari Allah
SWT. Allah SWT menjaga pandangannya dari segala yang diharamkan.
Penglihatan lahirnya diambil oleh Allah SWT dan diganti oleh penglihatan
batin, yang jauh lebih kuat dan berharga. Hal itu merupakan salah satu
pendorongnya lebih giat dan tekun dalam mencari cahaya Allah SWT
menuntut ilmu agama.
Perjalanan Hidup
Pada
tahun 1072 H / 1662 M, malam Senin tanggal 21 bulan Rajab, ayah beliau
wafat. Ketika itu beliau berusia 28 tahun. Lalu beberapa hari kemudian
ibunya wafat, setelah sebelumnya menderita sakit dan semakin lama
semakin parah, yaitu tepat pada hari Rabu tanggal 24 Rajab 1072 H / 1662
M.
Setelah kedua-orangtuanya wafat, beliau diambil oleh salah seorang gurunya, Sayyid Umar bin Abdurrahman Al Attas.
Pada waktu itu, beliau menulis surat pada saudaranya , Al Hamid, yang
berada di India, memberitahunya perihal yang menimpa kedua orangtua
mereka, dan menghiburnya agar bersabar.
Pada
1079 H/1669 M, dalam usia 35 tahun Habib Abdullah Al Haddad
melaksanakan haji ke Baitullah, Mekah, dan berziarah ke makam Nabi
Muhammad SAW serta para syuhada di madinah. Beliau memasuki kota Mekah
pada waktu Subuh di bulan Dzulhijjah 1079 H. Pada waktu itu wukuf di
Arafah jatuh pada hari Jumat.
Setelah
menunaikan ibadah haji, beliau menuju Madinah dan berada di sana selama
40 hari. Kemudian beliau kembali lagi ke Mekah hingga bulan Rabiul
Awwal.
Suatu
hari di musim haji, di masjid Namirah, Arafah , salah seorang muridnya
Ba Salim menuturkan, ketika aku gelarkan sajadah tuanku di Masjid
Namirah datang seseorang dengan gaya dan logat Turki dan langsung duduk
di atas sajadah itu. Tidak begitu lama masjid itu makin sesak dengan
pengunjungnya. Aku jadi bingung terhadap orang tersebut, sedangkan
tuanku belum datang.
Tidak
begitu lama, tuanku datang dan aku tidak melihat lagi orang itu duduk
di atas sajadah tersebut. Seakan-akan ia duduk diatasnya agar tempat itu
tidak diduduki oleh orang lain selain Habib Abdullah Al Haddad.
Bercahaya Bagaikan Bulan
Al
Imam Abdullah Al Haddad memiliki perawakan yang tinggi, berdada bidang,
tidak kurus juga tidak terlalu gempal, dan berkulit putih. Pribadinya
sangat memancarkan wibawa. Wajahnya senantiasa manis dan menggembirakan
hati orang lain di dalam majlisnya. Tertawanya sekedar senyuman manis.
Apabila merasa senang dan gembira wajahnya bercahaya bagaikan bulan.
Majelisnya senantiasa tenang dan penuh kehormatan sehingga tidak
terdapat hadirin yang berbicara maupun bergerak-gerak.
Beliau
selalu shalat wajib pada awal waktu dan tidak pernah terlihat shalat
wajib sendirian. Selain itu beliau juga tidak pernah terlihat
tergesa-gesa dalam shalatnya. Beliau sangat tidak suka berbicara antara
adzan dan iqomah. Beliau sangat tidak suka diajak berbicara oleh
rekan-rekannya hingga usai shalat.
Ketika
ditanya mengapa demikian, beliau menjawab, " Kita akan shalat untuk
berkumpul dan hadir serta melepaskan segala sesuatu yang tidak berkaitan
dengan-Nya."
Berkaitan
dengan masalah perasaan hadir dalam shalat, menurutnya tidak
disyariatkan shalat sunah sebelum shalat wajib melainkan karena untuk
berusaha mewujudkan perasaan dekatnya hati dengan Allah SWT hingga
memasuki shalat dengan perasaan hadir dan bertemu dengan-Nya.
Tempat Kholwat Habib Abdullah bin Alwi Al Hadad.
Beliau
mengatakan, "Seorang hamba tidak di tuntut untuk menjalankannya di
dalam batin hingga ia dapat memperbaiki bentuk shalat secara lahir. Bila
dia telah menjalankan secara lahir dengan baik, akan kembali pula
shalatnya secara batin. Ingat, tidak mungkin melakukan shalat secara
batin kecuali dengan melakukan latihan olah hati sebagai pendahuluan,
dan meninggalkan pendalaman dalam berbagai hal sebelum melakukannya.
Seandainya bukan karena keutamaan shalat jama'ah, kami tidak akan
melakukannya, dan lebih baik menjalankan shalat sendiri."
Beliau
memulai harinya sejak dini hari dan sarat dengan berbagai amal ibadah.
Biasanya beliau tidur dan bangun sebelum sebelum subuh untuk melakukan
shalat witir dan shalat fajar. Beliau tidur sebagaimana tidurnya Nabi
Muhammad SAW, yakni hanya sesaat dan kemudian bangun melakukan kegiatan
ibadah kembali hingga adzan subuh.
Selain
itu beliau mempunyai kebiasan setiap Jumat sore setelah shalat ashar di
Masjid Hujairah, berziarah ke makam Zanbal, makam para salaf Ba'alwi.
Menurut Habib Muhammad bin Zain bin Smith, muridnya, dipilihnya waktu
sore pada hari Jumat karena itu termasuk saat-saat terkabulnya doa, dan
juga merupakan tradisi para salaf.
Mereka
yang menghadiri majelisnya, lupa akan kehidupan dunia, bahkan terkadang
si lapar pun lupa akan kelaparannya, si sakit hilang rasa sakitnya, dan
si demam sembuh dari demamnya. Ini terbukti dari tidak seorang pun yang
mau meninggalkan majelisnya.
Beliau
amat mencintai para penuntut ilmu dan mereka yang gemar alam akhirat.
Beliau tidak pernah jemu terhadap ahli-ahli majelisnya, bahkan mereka
senantiasa diutamakan dengan kasih sayang tanpa membuatnya lalai dari
mengingat Allah walau sekejap. Beliau pernah menegaskan, " tidak seorang
pun yang berada di majelisku menggangguku dari mengingat Allah SWT."
Beliau
adalah teladan bagi insan dalam soal pembicaraan dan amalan,
mencerminkan akhlak junjungan mulia dan tabiat yang di contohkan Nabi
yang mengalir dalam kehidupannya. Beliau memiliki semangat yang tinggi
dan keinginan yang kuat dalam hal keagamaan, beliau juga senantiasa
menangani segala urusan dengan penuh keadilan dengan menghindari pujian
dari orang lain, bahkan senantiasa mempercepat segala tugasnya tanpa
membuang-buang waktu.
Lautan Ilmu Pengetahuan
Al
Habib Umar bin Abdurrahman Al Attos mengatakan , "Habib Abdullah Al
Haddad ibarat pakaian yang dilipat dan baru dibuka di zaman ini, sebab
beliau termasuk orang terdahulu, hanya saja di tunda kehidupan beliau
demi kebahagiaan umat di zaman ini (abad ke-12)". Al Habib Abdullah Al
Aydrus menegaskan kedudukannya bagi kalangan Ba'alwi, Ia mengatakan,"
Sayyid Abdullah Al Haddad adalah sultan seluruh golongan Ba'alwi". Al
Habib Muhammad bin Abdurrahman Madih mengatakan," Mutiara ucapan Habib
Abdullah Al Haddad merupakan obat bagi mereka yang mempunyai hati
cemerlang, sebab mutiara beliau segar dan baru, langsung dari Allah SWT.
Di zaman sekarang ini jangan tertipu oleh siapapun, walaupun kamu
melihatnya sudah memperlihatkan banyak melakukan amal ibadah dan
menampakkan Karomah.
Sesungguhnya
orang zaman sekarang tidak mampu berbuat apa-apa jika mereka tidak
berhubungan (kontak hati) dengan Habib Abdullah Al Haddad, sebab Allah
SWT telah menghibahkan kepada beliau banyak hal yang tidak mungkin dapat
di ukur.
Habib
Muhammad bin Zain bin Smith pernah mengatakan, "masa kecil Habib
Abdullah Al Haddad adalah masa kecil yang unik. Uniknya semasa kecil
beliau sudah mampu mendiskusikan masala-masalah sufistis yang sulit,
seperti mengkaji pemikiran Syaikh Ibnu Al Faridh, Ibnu Arabi, Ibnu
Athailah, dan kitab-kitab Al Ghozali. Beliau tumbuh dari fitrah yang
asli dan sempurna dalam kemanusannya, wataknya, dan kepribadiannya".
Habib
Ahmad bin Zain Al Habsy seorang murid beliau yang mendapat besar
darinya, menyatakan kekagumannya terhadap gurunya dengan mengatakan, "
Seandainya aku dan Tuanku berziarah ke makam, kemudian beliau mengatakan
kepada orang-orang yang mati untuk bangkit dari kuburnya, pasti mereka
akan bangkit sebagai orang-orang yang hidup dengan izin Allah SWT.
Karena aku menyaksikan sendiri bagaimana beliau setiap hari telah mampu
menghidupkan orang-orang yang bodoh dan lupa dengan cahaya ilmu dan
nasihat. Beliau adalah lautan ilmu pengetahuan yang tiada tepi yang
sampai pada tingkatan mujtahid dalam ilmu-ilmu islam, iman, dan ihsan.
Beliau adalah mujadid pada ilmu-ilmu tersebut bagi penghuni zaman ini.
Pada
hari-hari terakhir hayatnya beliau sering mengangkat tangan lalu
kedua-duanya diletakkan di bawah dada, seperti orang yang sedang shalat.
Kemudian telapak tangannya diletakkan pada lutut sambil menggenggam
jari-jarinya sambil memegang tasbih, seperti orang yang bertasyahud.
Kemudian tepat pada hari ke-40 dari sakitnya, ketika usianya memasuki 88
tahun lebih 9 bulan kurang 3 hari, pada malam selasa tanggal 7
Dzulqo'dah 1132 H/ 11 September 1720 M, Habib Abdullah bin Alwi Al
Haddad dengan tenang berpulang ke Rahmatullah di rumah kediamannya di Al
Hawi dan kemudian disemayamkan di pemakaman Zanbal, Tarim, Hadromaut.
Semoga Allah SWT melimpahkan cucuran rahmatNya kepada beliau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar