Lho! Merayakan MAULID NABI kan BID'AH???
Lho.. Bukankah Merayakan Maulid Nabi itu Tidak Boleh???
Memang ada di antara kaum muslimin yang mengatakan bahwa Merayakan
Maulid Nabi itu tidak boleh, bahkan menyatakan bahwa Merayakan Maulid
Nabi itu haram, atau bahkan syirik karena kultus berlebihan kepada Nabi.
Namun… Dalam syari’at, kita ada qaidah; Laa Tahriim illaa bi Daliil;
Tidak boleh mengharamkan sesuatu kecuali memang ada dalil yang
mengharamkannya. Contohnya, selama tidak ada dalil yang mengharamkan
penggunaan handphone, maka tidak boleh seseorang semena-mena
mengharamkan handphone, kecuali memang ada ‘kotoran’ di dalam handphone
tersebut yang diharamkan syari’at.
Nah.. Coba tunjukkan dalil yang mengharamkan perayaan Maulid Nabi Muhammad saw. Adakah?
Bukankah Rasulullah bersabda; “Kullu Bid’atin Dholaalatun.” ???
Bukan dalil yang mengharamkan bid’ah dholalah yang kita minta, tetapi
dalil yang mengharamkan maulid. Ketika diminta dalil tentang keharaman
minuman keras maka jangan tunjukkan dalil yang memerintahkan shalat.
Sama halnya, ketika diminta dalil yang mengharamkan maulid maka jangan
mengajukan dalil yang mengharamkan bid’ah dholalah..
Bukankan Perayaan Maulid Nabi itu BID’AH???
Coba perhatikan. Banyak orang salah kaprah, menyangka bahwa perayaan
Maulid Nabi itu dimulai pertama kali oleh Raja Al-Mudhaffar Abu Sa`id
Kaukabri ibn Zainuddin Ali bin Baktakin (549 - 630 H), seorang penguasa
daerah Irbil.
Sesungguhnya pernyataan ini kurang tepat. Sebenarnya, hakikat ataupun
esensi peringatan Kelahiran Rasulullah saw. sudah ada sejak jaman para
Shahabat Rasulullah saw., walaupun dulu belum ada istilah “Perayaan
Maulid Nabi Muhammad”, akan tetapi hakikatnya sudah ada sejak dahulu.
Memang, sebagaimana disebutkan oleh Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam
kumpulan fatwanya (Al-Hawi lil Fatawi), perayaan maulid pertama yang
digelar besar-besaran oleh kalangan penguasa adalah perayaan yang
digelar oleh Al-Malik Al-Mudzaffar. Disebutkan dalam nushush sejarah,
beliau mengundang seluruh kalangan muslimin di daerah itu, para ulama,
para umara dan kaum sufi, hingga menyembelih sampai 5000 ekor kambing,
10.000 ekor unggas, dan menyediakan sampai 30.000 piring makanan.
Setelah itu, Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi juga tercatat sebagai
penguasa yang menggelar Perayaan Maulid Nabi Muhammad saw.
besar-besaran dalam rangka membakar semangat perjuangan, ruhul jihad
kaum muslimin.
Itu semua besar-besaran digelar oleh kalangan para raja, namun
perayaan yang digelar oleh rakyat kecil dari kalangan ulama sampai
sahabat sudah ada sejak dulu.
Mana buktinya?
Mau tahu buktinya? Sebelumnya, Kita musti tahu dulu APA MAKNA dan ESENSI PERAYAAN MAULID NABI ITU?
UNGKAPAN KEBAHAGIAAN
Perayaan maulid Nabi Muhammad saw adalah suatu ungkapan kegembiraan,
kebahagiaan dari Umat Islam atas kelahiran Baginda Nabi Muhammad saw.,
yang membawa kita dari kegelapan menuju cahaya terang benderang.
Hal yang semacam ini, yakni memperlihatkan kegembiraan atas segala
anugerah dari Allah adalah hal yang dianjurkan dalam Al-Quran, surah
Yunus:58;
“Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, HENDAKLAH DENGAN
ITU MEREKA BERGEMBIRA. karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih
baik dari apa yang mereka kumpulkan".
Dalam ayat tersebut terdapat perintah dari Allah untuk bergembira
atas segala macam anugerah yang dikaruniakan Allah swt berupa Rahmat
dan Nikmat.
Kita semua tahu, anugerah terbesar dari Allah bagi manusia, Rahmat
Allah bagi alam semesta yang terbesar adalah diutusnya Baginda
Rasulullah saw.! Sebab Nabi Muhammad adalah KASIH SAYANG dari ALLAH
bagi semesta alam. Cukuplah kabar gembira ini tercakup dalam surah
At-Taubah:128;
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri,
berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap
orang-orang mukmin.”
Maka jelas, jika orang mengungkapkan kebahagiaannya, bukanlah sesuatu
yang dilarang. Secara khusus, dalam pembahasan ini adalah kegembiraan
atas kelahiran Nabi Muhammad saw. Dan tiap orang berbeda dalam cara
mengungkapkannya, ada yang dengan berpuasa, sedekah, shalat, sujud dan
lain sebagainya.
Bahkan, dalam hadits Shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam
kitabus shiyam, dari sahabat Abi Qatadah, bahwa Rasulullah saw. ditanya
tentang alasan beliau berpuasa di hari Senin. Beliau menjawab;
“Itu adalah hari kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan.”
Artinya, beliau berpuasa sebab rasa syukur beliau atas kelahirannya di muka bumi.
Ada pula yang mengungkapkan kebahagiaannya dengan memerdekakan budak.
Sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahihnya, bahwa ketika
Abu Lahab (paman Rasulullah yang merupakan salah seorang penghalang
dakwah Islam terbesar) mendengar kelahiran keponakannya, Muhammad
Rasulullah saw., Abu Lahab yang sangkin gembiranya, memerdekakan
budaknya, Tsuwaybah, yang membawakan kabar gembira tersebut. Sebab
inilah, Abu Lahab mendapat keringanan siksa dalam kubur setiap hari
Senin karena kegembiraannya atas kelahiran Rasulullah saw.
Inilah! Allah tidak melupakan kegembiraan seseorang walaupun hanya sesaat…
Al-Imam Al-Hafidz Syamsuddin Muhammad bin Nashruddin Ad-Dimasyqi mengomentari hal ini,
“Apabila orang semacam Abu Lahab, yang bukan hanya kafir, bahkan satu
surah penuh dalam Alquran (Al-Lahab) seakan memberi ‘stempel’ siksa
neraka baginya, dia saja bisa mendapatkan keringanan siksa tiap hari
Senin… Nah, bagaimana kiranya dengan seorang muslim yang dari sejak
kecilnya sudah mengenal cinta kepada Nabi Muhammad saw.???”
Adapun, kalau kita mau jujur, semua yang dilakukan oleh umat Islam di
penjuru dunia, berupa perayaan maulid nabi, tiada lain karena gembira
atas kelahiran Rasulullah saw.
Dan cara mengungkapkannya pun adalah dengan berdzikir, membaca
Alquran, bershalawat, mendengarkan sejarah kelahiran dan kehidupan
Rasulullah, puji-pujian kepada Allah, syair pujian kepada Rasulullah,
kemudian mendengarkan nasihat agama, lantas ditutup dengan doa bersama
dan diakhiri dengan makan bersama. Adakah unsur kebathilan atau
keharaman di dalamnya? Tidak ada.
Bahkan semua itu dianjurkan oleh syari’at.
PERKUMPULAN DZIKIR
Berapa banyak ayat di dalam Alquran anjuran untuk berdzikir. Ada pula
hadits shahih yang sudah masyhur yang menerangkan tentang dzikir,
berupa hadits qudsiy yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim; Rasulullah bersabda, bahwa Allah Ta’ala berfirman;
“Aku ini sesuai dengan prasangka hamba-Ku terhadapku. Dan Aku bersama
hamba-Ku ketika ia mengingat Aku. Jikalau ia mengingat Aku sendirian,
maka Aku pun mengingatnya dalam Diri-Ku. Dan kalau ia mengingat Aku di
dalam perkumpulan, maka Aku akan mengingat hamba-Ku itu di dalam
perkumpulan yang lebih mulia daripada perkumpulannya itu.”
MENDENGARKAN AL-QURAN
Dulu, para sahabat setiap hari mendengarkan Rasulullah membacakan
Al-Quran, atau salah satu shahabat membaca ayat Al-Quran dan yang lain
menyimak. Bahkan, Rasulullah sendiri suatu ketika memerintahkan kepada
Sayyidina Abdullah bin Mas’ud,
“Ya Abdallah, bacakan untukku Al-Quran.”
“Ya Rasulallah, bagaimana aku membacakan kepadamu Al-Quran, padahal engkaulah yang diwahyukan
Al-Quran.” Sanggah Abdullah bin Mas’ud.
“Ya, namun aku suka mendengarkannya dibacakan orang lain.” Jawab Rasulullah.
Sampai beliau membaca ayat ke-41 dari surat Annisa,
“Maka Bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami
mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami
mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai
umatmu.”
“Cukup,” kata Rasulullah menghentikan bacaan sahabatnya saat mendengarkan ayat ini sambil berlinang air mata.
Adapun yang kita lakukan sekarang dalam Perayaan Maulid Nabi tidak
lain adalah seperti yang dilakukan para sahabat bahkan Rasulullah saw
sendiri., yakni memperdengarkan dan menyimak Ayat Al-Quran.
MEMBACA SHALAWAT DAN SALAM BAGI NABI
Perintah dari Allah bagi kita untuk bershalawat sudahlah jelas dan cukup dengan surah Al-Ahzab:56 ini;
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi.
Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Dalam riwayat yang shahih, Rasulullah saw. bersabda, “Tak ada seorang
pun di penjuru dunia ini yang mengucapkan salam kepadaku, melainkan
Allah mengembalikan ruhku ke dalam jasadku untuk menjawab salam
tersebut.”
MEMPERDENGARKAN SEJARAH KEHIDUPAN NABI
Para sahabat, setiap hari, yang menjadi buah bibir mereka adalah kehidupan Rasulullah saw.
Suatu ketika, para sahabat sedang duduk-duduk, memperbincangkan
tentang keutamaan para nabi terdahulu, menyebutkan bahwa Nabi Adam
adalah seorang yang mulia, ia diciptakan langsung oleh Allah dari tanah
tanpa ayah maupun ibu yang melahirkan. Juga menyebut Nabi Ibrahim yang
berkedudukan istimewa di sisi Allah sebagai Khalilullah (Kekasih
Allah). Ada juga yang menyebutkan kemuliaan Nabi Musa as., yang
bercakap-cakap langsung dengan Allah Ta’ala, dan disebut sebagai
Kalimullah. Kemudian ada yang menyebutkan kemuliaan Nabi Isa, yang
dilahirkan tanpa seorang ayah dan mendapat gelar Ruhullah.
Ketika para sahabat tengah asyik memperbincangkan keutamaan para nabi
terdahulu, Rasulullah saw yang dari tadi ternyata mendengar percakapan
para sahabatnya ini, menghampiri mereka seraya berucap,
“Benar semua tentang apa yang kalian katakan tentang para nabi
terdahulu, tapi ingat.. Akulah pemimpin anak adam (manusia) dan tak ada
kebanggaan bagiku. Seluruh manusia akan berada di bawah benderaku di
hari kiamat.”
Adapun yang kita lakukan sekarang dalam Perayaan Maulid Nabi tidak
lain adalah seperti yang dilakukan para sahabat bahkan Rasulullah saw
sendiri., yakni menceritakan kemuliaan Rasulullah saw.
KHUSUSNYA MENCERITAKAN SAAT KELAHIRAN RASULULLAH SAW.
Karena kelahiran Rasulullah saw. inilah awal dari segala karunia
hidayah dari Allah swt. bagi umat Islam. Tidak ada penurunan wahyu jika
Rasulullah tidak dilahirkan, tidak ada hijrah, tidak ada fathu makkah,
tidak ada syari’at yang diajarkan jika beliau tidak dilahirkan.
Dan betapa banyak di dalam Al-Quran, bahwa Allah swt. mengisahkan
tentang kelahiran para shalihin terdahulu, contohnya; kelahiran Nabi Isa
bin Maryam as., bahkan ibunda beliau (Sayyidah Maryam binti ‘Imron)
dalam surah Ali ‘Imron dan surah Maryam. Ada juga kisah kelahiran Nabi
Musa as. dalam surah Tha-ha. Ada juga tentang kelahiran Nabi Yahya dalam
surah Maryam. Bahkan tentang ‘kelahiran’ (penciptaan) Nabiyullah Adam
as.
Dan tentang ini, dalam surah Hud, Allah Ta’ala berfirman,
“dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah
kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini
telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi
orang-orang yang beriman.”
Jika kisah-kisah para Nabi terdahulu dapat meneguhkan hati Nabi
Muhammad dan kita pengikutnya sebagai kaum mukminin. Apalagi bila yang
diceritakan itu adalah kisah kelahiran dan kehidupan serta perjuangan
Nabi Muhammad saw., pemimpin seluruh Para Nabi ‘alayhimus shalaatu
wassalaam. Lebih-lebih lagi!
Adapun yang kita lakukan sekarang dalam Perayaan Maulid Nabi tidak
lain adalah seperti yang dicontohkan oleh Allah dalam Al-Quran, yakni
menceritakan kelahiran serta kehidupan Rasulullah saw. untuk memantapkan
keimanan dalam hati kita.
PUJIAN KEPADA RASULULLAH
Disebutkan dalam riwayat At-Thabraniy, bahwa Sayyiduna ‘Abbas ra.
datang menemui Rasulullah saw., beliau berkata, “Ya Rasulallah, aku
ingin memujimu dengan sya’irku.”
“Ya, katakanlah wahai Abbas. Semoga Allah swt menjaga dan tidak merontokkan gigimu.” Jawab Rasulullah saw.
(di kemudian hari, Sayyiduna ‘Abbas meninggal dunia dalam usia tua
dan tidak ada satu gigi pun yang rontok ataupun tanggal, berkat do’a
Rasulullah saw.)
Kemudian Sayyiduna Abbas bersyair;
Duhai Rasulullah, engkaulah cahaya yang Allah ciptakan dan tempatkan dalam sulbi Nabi Adam
Dan engkau turun ke muka bumi bersama turunnya Nabi Adam
Dan ketika bumi ini tenggelam dalam banjir bandang, engkau selamat di dalam sulbi Nabi Nuh di atas bahteranya
Begitulah engkau berpindah dari sulbi laki-laki yang mulia ke dalam wanita-wanita yang suci
Sehingga sampailah engkau ke dalam sulbi Nabi Ibrahim
Dan bagaimana mungkin api dapat membakar ketika Nabi Ibrahim dimasukkan ke dalamnya, sedangkan engkau berada di dalam sulbinya.
Dan ketika engkau dilahirkan, alam semesta ini menjadi terang benderang
Dan saat ini, kami nikmati lezatnya Islam tiada lain sebab kelahiranmu saat itu
Sehingga, seperti yang diriwayatkan dari Sayyidah ‘Aisyah istri
Rasulullah, tak sedikit di antara para sahabat yang bersyair di hadapan
Rasulullah saw., berupa pujian dan sanjungan kepada Rasulullah saw.
demi mendapatkan keberkahan doa dari Nabi Muhammad saw. dan Rasulullah
tersenyum mendengarkannya.
MIMBAR BAGI HASSAN BIN TSABIT UNTUK BERSYAIR DAN MEMUJI RASULULLAH SAW.
Dan dalam Shahih Al-Bukhari, disebutkan bahwa diletakkan di dalam
Masjid Nabawiy sebuah mimbar bagi Hassan bin Tsabit untuk bersyair,
(Hassan bin Tsabit adalah seorang sahabat yang berjuang membela Islam
dengan syairnya. Sehingga Rasulullah saw bersabda, “Syair Hassan bin
Tsabit itu lebih tajam bagi orang kafir daripada pedang kita.” Beliau
juga bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala mendukung Hassan bin Tsabit
melalui Ruhul Quds selama ia membela Rasulullah saw dengan syairnya.”)
Adapun mimbar tersebut khusus disediakan oleh Nabi bagi Sayyiduna
Hassan bin Tsabit di Masjid Nabawiy untuk menyampaikan syairnya. Nah,
dari sini kita tahu, jika sudah memakai mimbar dalam masjid, berarti
itu adalah suatu acara yang resmi, dan itu juga berarti bahwa yang
hadir banyak sehingga perlu adanya mimbar, dan itu juga berarti bahwa
Rasulullah sendiri mengijinkan pembacaan syair tersebut.
Hal seperti ini sama sekali tidak berbeda dengan apa yang kita
lakukan sekarang, berkumpul di suatu tempat atau di dalam masjid,
lantas membaca sya’ir pujian bagi Allah dan Rasulullah saw. yang
disusun oleh para ulama yang tahu akan syari’atul muthohharoh.
Bahkan terkadang Rasulullah sendiri memanggil Hassan bin Tsabit untuk
bersyair. Pernah suatu kali Hassan sampai membacakan 80 bait syair di
hadapan Nabi Muhammad saw.
Salah satu syairnya;
Semangat Rasulullah begitu besar, sedikit semangatnya tidak terbandingkan dengan semangat seluruh manusia dari jaman Nabi Adam
Telapak tangan Rasulullah adalah teramat dermawan, andaikan
sepersepuluh telapak tangan beliau diletakkan di atas daratan maka
daratan itu ‘kan lebih basah dari lautan
Yang lebih bagus darimu tak pernah terlihat oleh mataku, dan yang lebih indah darimu tak pernah terlahirkan oleh wanita manapun
Engkau diciptakan dalam keadaan bersih dari segala aib, seolah-olah engkau tercipta atas kehendakmu sendiri
BERDIRI DAN MENABUH REBANA KETIKA MEMBACA SYA’IR PUJIAN DALAM MAULID NABI
Dalam riwayat Imam Al-Bayhaqi, pada hari saat Rasulullah saw. masuk
di kota Madinah, Rasulullah saw. disambut dengan gegap gempita oleh
para shahabat (baik Anshar maupun Muhajirin) sambil berdiri dan
dibacakan qashidah Thala’al Badru ‘Alayna.
Setelah Rasulullah baru sampai di rumah Abu Ayyub Al-Anshari,
beberapa wanita dari suku Bani Najjar (keluarga Abu Ayyub) berkumpul di
samping rumah Abu Ayyub sambil menabuh rebana (dufuf) dan berqashidah;
Kami adalah wanita-wanita dari suku Najjar, dan kami teramat bahagia karena Rasulullah kini menjadi tetangga kami…
Lantas Rasulullah keluar rumah dan bertanya,
“Apakah kalian berbuat ini karena dasar kecintaan kepadaku?”
“Duhai Rasulallah, tidaklah kami melakukan ini kecuali karena kecintaan kami kepadamu.” Jawab mereka.
Rasulullah saw tersenyum seraya berucap, “Sungguh, hanya Allah yang tahu berapa besar kecintaanku kepada kalian.”
Adapun yang kita lakukan sekarang dalam Perayaan Maulid Nabi tidak
lain adalah seperti yang dicontohkan para Shahabat Rasulullah saw.
Berupa Pembacaan Ayat Al-Quran, khususnya tentang perintah Allah
untuk bershalawat kepada Rasulullah, kemudian sama-sama berdzikir dan
bershalawat teruntuk Baginda Nabi Muhammad, kemudian membaca kitab-kitab
susunan ulama salaf yang mengisahkan tentang kelahiran dan sanjungan
terhadap Nabi Muhammad, baik itu Al-Barzanjiy, Ad-Diba’iy, ‘Azab,
Simthud-Duror, Burdah, Dhiya-ul Laami’ dan lain-lain.
Adapula kilas balik suasana dalam menyambut kedatangan Rasulullah
saw. ketika hijrah, lantas ditutup dengan salah seorang berdoa kemudian
diaminkan bersama-sama.
Nah, dari sekian unsur-unsur di atas, yakni esensi perayaan Maulid
Nabi Muhammad saw. yang senantiasa digelar oleh sebagian besar kaum
muslimin di berbagai negeri, adakah yang menyimpang dari syari’at???
Berikut adalah fakta bahwa Sahabat Khulafa’urrosyidin dan
Ulama tiga generasi menganjurkan dan memotivasi ummat Islam agar
diselenggarakan majelis untuk membesarkan atau mengagungkan Maulid Nabi
Saw.
1. Abu Bakar ash-Shiddiq
Telah berkata Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq:
“Barangsiapa yang menafkahkan satu dirham bagi menggalakkan bacaan
Maulid Nabi saw., maka ia akan menjadi temanku di dalam syurga.”
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii
waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami
as-Syafii)
2. Umar bin Khottob al-Furqon
Telah berkata Sayyidina ‘Umar: “Siapa yang membesarkan (memuliakan) majlis maulid Nabi saw. maka sesungguhnya ia telah menghidupkan Islam.”
(sumber
dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii
waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami
as-Syafii)
3. Utsman bin ‘Affan Dzun-Nuraini
Telah berkata Sayyidina Utsman: “Siapa yang
menafkahkan satu dirham untuk majlis membaca maulid Nabi saw. maka
seolah-olah ia menyaksikan peperangan Badar dan Hunain”
(sumber
dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii
aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
4. Ali bin Abi Tholib Karomallahu wajhah
Telah berkata ‘Ali : “Siapa yang membesarkan majlis
maulid Nabi saw. dan karenanya diadakan majlis membaca maulid, maka
dia tidak akan keluar dari dunia melainkan dengan keimanan dan akan
masuk ke dalam syurga tanpa hisab”.
(sumber dari kitab
anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam
karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
5. Syekh Hasan al-Bashri
Telah berkata Hasan Al-Bashri: “Aku suka seandainya aku mempunyai emas setinggi gunung Uhud, maka aku akan membelanjakannya untuk membaca maulid Nabi saw.
(sumber
dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii
waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami
as-Syafii)
6. Syekh Junaid al-Baghdady
Telah berkata Junaid Al-Baghdadi semoga Allah mensucikan rahasianya:
“Siapa yang menghadiri majlis maulid Nabi saw. dan membesarkan
kedudukannya, maka sesungguhnya ia telah mencapai kekuatan iman”.
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii
waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami
as-Syafii)
7. Syekh Ma’ruf al-Karkhy
Telah berkata Ma’ruf Al-Karkhi: “Siapa yang
menyediakan makanan untuk majlis membaca maulid Nabi saw. mengumpulkan
saudaranya, menyalakan lampu, memakai pakaian yang baru, memasang bau
yang wangi dan memakai wangi-wangian karena membesarkan kelahiran Nabi
saw, niscaya Allah akan mengumpulkannya pada hari kiamat bersama
kumpulan yang pertama di kalangan nabi-nabi dan dia berada di syurga
yang teratas (Illiyyin)”
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa
al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin
Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
8. Fakhruddin ar-Rozi
Telah berkata seorang yang unggul pada zamannya, Imam Fakhruddin Al-Razi:
“Tidaklah seseorang yang membaca maulid Nabi saw ke atas garam atau
gandum atau makanan yang lain, melainkan akan zahir keberkatan padanya,
dan setiap sesuatu yang sampai kepadanya (dimasuki) dari makanan
tersebut, maka makanan tersebut akan bergoncang dan tidak akan tetap
sehingga Allah mengampunkan orang yang memakannya”.
“Sekirannya dibacakan maulid Nabi saw. ke atas air, maka orang yang
meminum seteguk dari air tersebut akan masuk ke dalam hatinya seribu
cahaya dan rahmat, akan keluar daripadanya seribu sifat dengki,
penyakit dan tidak mati hati tersebut pada hari dimatikan hati-hati”.
“Siapa yang membaca maulid Nabi saw. pada suatu dirham yang ditempa
dengan perak atau emas dan dicampurkan dirham tersebut dengan yang
lainnya, maka akan jatuh ke atas dirham tersebut keberkatan, pemiliknya
tidak akan fakir dan tidak akan kosong tangannya dengan keberkatan
Nabi saw.”
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii
maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar
al-Haitami as-Syafii)
9. Imam as-Syafii
Telah berkata Imam Asy-Syafi’i: “Siapa yang
menghimpunkan saudaranya (sesama Islam) untuk mengadakan majlis maulid
Nabi saw., menyediakan makanan dan tempat serta melakukan kebaikan,
dan dia menjadi sebab dibaca maulid Nabi saw. itu, maka dia akan
dibangkitkan oleh Allah pada hari kiamat bersama ahli siddiqin
(orang-orang yang benar), syuhada’ dan solihin serta berada di dalam
syurga-syurga Na’im.”
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa
al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin
Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
10. as-Sary as-Saqothy
Telah berkata As-Sariyy As-Saqothi: “Siapa yang
pergi ke suatu tempat yang dibacakan di dalamnya maulid Nabi saw. maka
sesungguhnya ia telah pergi ke satu taman dari taman-taman syurga,
karena tidaklah ia menuju ke tempat-tempat tersebut melainkan lantaran
kerana cintanya kepada Nabi saw.
Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda: “Sesiapa yang mecintaiku, maka ia akan bersamaku di dalam syurga.”
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid
sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar
al-Haitami as-Syafii)
11. Syihabuddin Ahmad Ibnu Hajar al-Haitami
“Siapa yang hendak membesarkan maulid Nabi saw. maka cukuplah disebutkan sekedar
ini saja akan kelebihannya.
Bagi siapa yang tidak ada di
hatinya hasrat untuk membesarkan maulid Nabi saw. sekiranya dipenuhi
dunia ini dengan pujian ke atasnya, tetap juga hatinya tidak akan
tergerak untuk mencintai Nabi saw. Semoga Allah menjadikan
kami dan kalian di kalangan orang yang membesarkan dan memuliakannya
dan mengetahui kadar kedudukan Baginda saw. serta menjadi orang yang
teristimewa di kalangan orang-orang yang teristimewa di dalam mencintai
dan mengikutinya. Aamiin, wahai Tuhan sekalian alam. Semoga Allah
melimpahkan rahmat atas penghulu kami Nabi Muhammad saw. keluarganya
dan sahabat-sahabatnya sekalian hingga Hari Kemudian.”
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid
sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar
al-Haitami as-Syafii)
Ini Fatwa Beberapa Ulama’ Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah mengenai perayaan Maulid Nabi:
1. Fatwa al-Syaikh al-Islam Khatimah al-Huffazh Amir al-Mu’minin Fi
al-Hadith al-Imam Ahmad Ibn Hajar al-`Asqalani. Beliau menyatakan
seperti berikut:
“أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنِ السَّلَفِ
الصَّالِحِ مِنَ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ، وَلكِنَّهَا مَعَ ذلِكَ قَدْ
اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا، فَمَنْ تَحَرَّى فِيْ عَمَلِهَا
الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَتْ بِدْعَةً حَسَنَةً”. وَقَالَ:
“وَقَدْ ظَهَرَ لِيْ تَخْرِيْجُهَا عَلَى أَصْلٍ ثَابِتٍ”.
“Asal peringatan maulid adalah bid`ah yang belum pernah dinukikanl
daripada (ulama’) al-Salaf al-Saleh yang hidup pada tiga abad pertama,
tetapi demikian peringatan maulid mengandungi kebaikan dan lawannya
(keburukan), jadi barangsiapa dalam peringatan maulid berusaha
melakukan hal-hal yang baik sahaja dan menjauhi lawannya (hal-hal yang
buruk), maka itu adalah bid`ah hasanah”. Al-Hafizh Ibn Hajar juga
mengatakan: “Dan telah nyata bagiku dasar pengambilan peringatan Maulid
di atas dalil yang thabit (Sahih)”.
2. Fatwa al-Imam al-Hafizh al-Suyuthi. Beliau mengatakan di dalam
risalahnya “Husn al-Maqshid Fi ‘Amal al-Maulid”. Beliau menyatakan
seperti berikut:
“عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ الْمَوِلِدِ الَّذِيْ هُوَ اجْتِمَاعُ
النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ القُرْءَانِ وَرِوَايَةُ
الأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَإِ أَمْرِ النَّبِيِّ وَمَا وَقَعَ
فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ الآيَاتِ، ثُمَّ يُمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ
يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذلِكَ هُوَ
مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا
فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ وَإِظْهَارِ الْفَرَحِ
وَالاسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ. وَأَوَّلُ مَنْ أَحْدَثَ ذلِكَ
صَاحِبُ إِرْبِل الْمَلِكُ الْمُظَفَّرُ أَبُوْ سَعِيْدٍ كَوْكَبْرِيْ
بْنُ زَيْنِ الدِّيْنِ ابْنِ بُكْتُكِيْن أَحَدُ الْمُلُوْكِ الأَمْجَادِ
وَالْكُبَرَاءِ وَالأَجْوَادِ، وَكَانَ لَهُ آثاَرٌ حَسَنَةٌ وَهُوَ
الَّذِيْ عَمَّرَ الْجَامِعَ الْمُظَفَّرِيَّ بِسَفْحِ قَاسِيُوْنَ”.
“Menurutku: pada dasarnya peringatan maulid, merupakan kumpulan
orang-orang beserta bacaan beberapa ayat al-Qur’an, meriwayatkan
hadith-hadith tentang permulaan sejarah Rasulullah dan tanda-tanda yang
mengiringi kelahirannya, kemudian disajikan hidangan lalu dimakan oleh
orang-orang tersebut dan kemudian mereka bubar setelahnya tanpa ada
tambahan-tambahan lain, adalah termasuk bid`ah hasanah (bid`ah yang
baik) yang melakukannya akan memperolehi pahala. Kerana perkara seperti
itu merupakan perbuatan mengagungkan tentang kedudukan Rasulullah dan
merupakan penampakkan (menzahirkan) akan rasa gembira dan suka cita
dengan kelahirannya (rasulullah) yang mulia. Orang yang pertama kali
melakukan peringatan maulid ini adalah pemerintah Irbil, Sultan
al-Muzhaffar Abu Sa`id Kaukabri Ibn Zainuddin Ibn Buktukin, salah
seorang raja yang mulia, agung dan dermawan. Beliau memiliki peninggalan
dan jasa-jasa yang baik, dan dialah yang membangun al-Jami`
al-Muzhaffari di lereng gunung Qasiyun”.
3. Fatwa al-Imam al-Hafizh al-Sakhawi seperti disebutkan di dalam “al-Ajwibah al-Mardliyyah”, seperti berikut:
“لَمْ يُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ فِيْ الْقُرُوْنِ
الثَّلاَثَةِ الْفَاضِلَةِ، وَإِنَّمَا حَدَثَ “بَعْدُ، ثُمَّ مَا زَالَ
أَهْـلُ الإِسْلاَمِ فِيْ سَائِرِ الأَقْطَارِ وَالْمُـدُنِ الْعِظَامِ
يَحْتَفِلُوْنَ فِيْ شَهْرِ مَوْلِدِهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَشَرَّفَ وَكَرَّمَ- يَعْمَلُوْنَ الْوَلاَئِمَ الْبَدِيْعَةَ
الْمُشْتَمِلَةَ عَلَى الأُمُوْرِ البَهِجَةِ الرَّفِيْعَةِ،
وَيَتَصَدَّقُوْنَ فِيْ لَيَالِيْهِ بِأَنْوَاعِ الصَّدَقَاتِ،
وَيُظْهِرُوْنَ السُّرُوْرَ، وَيَزِيْدُوْنَ فِيْ الْمَبَرَّاتِ، بَلْ
يَعْتَنُوْنَ بِقِرَاءَةِ مَوْلِدِهِ الْكَرِيْمِ، وَتَظْهَرُ عَلَيْهِمْ
مِنْ بَرَكَاتِهِ كُلُّ فَضْلٍ عَمِيْمٍ بِحَيْثُ كَانَ مِمَّا جُرِّبَ”.
ثُمَّ قَالَ: “قُلْتُ: كَانَ مَوْلِدُهُ الشَّرِيْفُ عَلَى الأَصَحِّ
لَيْلَةَ الإِثْنَيْنِ الثَّانِيَ عَشَرَ مِنْ شَهْرِ رَبِيْع الأَوَّلِ،
وَقِيْلَ: لِلَيْلَتَيْنِ خَلَتَا مِنْهُ، وَقِيْلَ: لِثَمَانٍ، وَقِيْلَ:
لِعَشْرٍ وَقِيْلَ غَيْرُ ذَلِكَ، وَحِيْنَئِذٍ فَلاَ بَأْسَ بِفِعْلِ
الْخَيْرِ فِيْ هذِهِ الأَيَّامِ وَاللَّيَالِيْ عَلَى حَسَبِ
الاسْتِطَاعَةِ بَلْ يَحْسُنُ فِيْ أَيَّامِ الشَّهْرِ كُلِّهَا
وَلَيَالِيْهِ”.
“Peringatan Maulid Nabi belum pernah dilakukan oleh seorangpun
daripada kaum al-Salaf al-Saleh yang hidup pada tiga abad pertama yang
mulia, melainkan baru ada setelah itu di kemudian. Dan ummat Islam di
semua daerah dan kota-kota besar sentiasa mengadakan peringatan Maulid
Nabi pada bulan kelahiran Rasulullah. Mereka mengadakan jamuan-jamuan
makan yang luar biasa dan diisi dengan hal-hal yang menggembirakan dan
baik. Pada malam harinya, mereka mengeluarkan berbagai-bagai sedekah,
mereka menampakkan kegembiraan dan suka cita. Mereka melakukan
kebaikan-kebaikan lebih daripada kebiasaannya. Bahkan mereka berkumpul
dengan membaca buku-buku maulid. Dan nampaklah keberkahan Nabi dan
Maulid secara menyeluruh. Dan ini semua telah teruji”. Kemudian
al-Sakhawi berkata: “Aku Katakan: “Tanggal kelahiran Nabi menurut
pendapat yang paling sahih adalah malam Isnin, tanggal 12 bulan Rabi’ul
Awwal. Menurut pendapat lain malam tanggal 2, 8, 10 dan masih ada
pendapat-pendapat lain. Oleh kerananya tidak mengapa melakukan kebaikan
bila pun pada siang hari dan waktu malam ini sesuai dengan kesiapan
yang ada, bahkan baik jika dilakukan pada siang hari dan waktu malam
bulan Rabi’ul Awwal seluruhnya” .
4. Fatw Ibnu Taimiyah (meninggal tahun 728 hijriah) cet. Darul Fikr Lebanon th.1421 H. Pada hal.269 Ibnu Taimiyah berkata,
فتعظيم المولد ، واتخاذه موسمًا ، قد يفعله بعض الناس ، ويكون له فيه أجر عظيم لحسن قصده ، وتعظيمه لرسول الله صلى الله عليه وسلم
“Adapun mengagungkan maulid dan menjadikannya acara rutinan,
segolongan orang terkadang melakukannya. Dan mereka mendapatkan pahala
yang besar karena tujuan baik dan pengagungannya kepada Rasulullah
Saw..”
--------
dinukil dari Ceramah Al-Habib Ahmad bin Novel bin Salim bin Ahmad Bin Jindan Bin Syech Abubakar bin Salim
dalam Jalsah Laylatul Arbi-a', Selasa, 13 Rabi'ul Awwal - 10 Maret
2009 di Majlis Ta'lim - Pondok Pesantren - Panti Asuhan ALFACHRIYYAH
Tangerang-Banten